Desember selalu hadir sebagai bulan yang sarat makna. Ia bukan sekadar penutup tahun, tetapi juga ruang untuk merenung, bersyukur, dan menata kembali langkah yang telah ditempuh. Tahun 2025 menjadi perjalanan yang luar biasa penuh dinamika, tantangan, sekaligus keberkahan yang patut dirayakan. Salah satu anugerah terbesar di awal tahun 2025 adalah ketika saya terpilih menjadi mahasiswa PPG dan dikukuhkan secara resmi oleh Rektor UIN Ar Raniry Banda Aceh melalui zoom meeting . Momen itu menjadi batu loncatan penting dalam perjalanan profesional saya sebagai seorang pendidik. Dengan rasa haru dan bangga, saya menyadari bahwa amanah baru itu bukan hanya kehormatan, tetapi juga tanggung jawab besar untuk terus berkembang. Sepanjang tahun ini, berbagai pengalaman hadir silih berganti ada yang menguatkan, ada yang menguji keteguhan hati. Namun, setiap langkah yang terlalui membentuk pribadi yang lebih matang. Saya belajar lebih banyak tentang kesabaran, komitmen, dan arti sesungguhnya menja...
Sebagai seorang guru, saya sering kali mendengar keluhan dari orang tua tentang anak-anak mereka yang terlalu sibuk dengan gadget, bahkan saat liburan. Tidak sedikit siswa yang ketika ditanya tentang kegiatan liburannya hanya menjawab, "Main HP, Bu," atau "Nonton YouTube, Pak." Jujur saja, saya merasa prihatin. Padahal, masa liburan adalah waktu yang sangat berharga untuk mengembangkan diri di luar pelajaran sekolah.
Karena itu, saat menjelang liburan semester lalu, saya memberikan tantangan kecil kepada para siswa: "Coba habiskan satu hari penuh tanpa gadget!". Saya minta mereka menuliskan pengalaman mereka dan akan kami bahas bersama setelah liburan berakhir.
Tak saya sangka, banyak cerita menarik yang muncul. Ada siswa yang menghabiskan hari dengan membantu orang tuanya memasak, ada yang mengajak adiknya bermain tradisional, bahkan ada yang mengunjungi neneknya dan mendengarkan cerita masa lalu. Mereka mengaku awalnya merasa bosan, tapi setelah mencoba, ternyata kegiatan tanpa gadget justru membuat mereka merasa lebih bahagia dan lebih dekat dengan keluarga.
Saya pun merasa sangat senang membaca tulisan-tulisan mereka. Tantangan sederhana ini ternyata membuka mata mereka bahwa dunia nyata jauh lebih luas dan indah dibandingkan layar 6 inci. Anak-anak jadi lebih aktif, lebih kreatif, dan yang paling penting—lebih terhubung dengan orang-orang di sekitar mereka.
Sebagai guru, saya berharap kegiatan seperti ini bisa terus diterapkan, tidak hanya saat liburan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Sehari tanpa gadget bukan berarti ketinggalan zaman, tetapi justru bisa menjadi momen untuk menyegarkan pikiran, menumbuhkan empati, dan mempererat hubungan sosial.
Liburan yang asik bukan tentang ke mana kita pergi atau gadget apa yang kita punya, tapi tentang bagaimana kita mengisi waktu dengan hal-hal yang bermakna. Dan terkadang, hal paling sederhana justru bisa menjadi yang paling berkesan.
Komentar
Posting Komentar