Langsung ke konten utama

Goresan Tinta di Ujung Tahun / Izza Nur Laila, S.Ag.

Desember selalu hadir sebagai penutup tahun yang penuh renungan. Bagi seorang guru, khususnya guru mata pelajaran Al-Qur'an Hadits, bulan ini bukan sekadar pergantian waktu, tetapi momentum kembali menata hati, menilai amal, dan menyusun langkah menuju tahun berikutnya. Dalam perjalanan panjang selama satu tahun pembelajaran, banyak cerita, perjuangan, dan hikmah yang patut diabadikan menjadi goresan tinta penuh pelajaran. Dalam perspektif ajaran Islam, setiap pergantian waktu sesungguhnya merupakan tanda kebesaran Allah. Allah berfirman dalam QS. Yunus ayat 6, "Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang, dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan bumi, terdapat tanda-tanda bagi kaum yang bertakwa." Ayat ini mengingatkan bahwa hadirnya bulan Desember sebagai akhir tahun adalah kesempatan bagi pendidik dan peserta didik untuk merenungi perjalanan hidup. Apa yang sudah dilakukan? Apa yang masih tertunda? Dan apa yang harus diperbaiki? Sebagai guru Al-Qur'an...

BAHASA NASIONAL ADALAH BAHASA INDONESIA / KHOLISHOH LISTIANA

Bahasa adalah salah satu unsur terpenting dalam kehidupan manusia. Melalui bahasa, manusia dapat berkomunikasi, mengekspresikan pikiran, menyampaikan perasaan, dan membangun peradaban. Bagi bangsa Indonesia, bahasa memiliki makna yang jauh lebih dalam. Bahasa Indonesia bukan sekadar alat komunikasi, melainkan simbol pemersatu bangsa yang memiliki ribuan pulau, suku, dan bahasa daerah. Oleh karena itu, ketika kita mengatakan bahasa nasional adalah Bahasa Indonesia, kita sedang menegaskan identitas dan jati diri bangsa yang lahir dari semangat persatuan.

Bahasa Indonesia memiliki sejarah panjang dan penuh makna. Akar lahirnya sebagai bahasa nasional bermula dari peristiwa Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928. Dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda, para pemuda menyatakan bahwa mereka menjunjung bahasa persatuan, yaitu Bahasa Indonesia. Pernyataan ini bukan sekadar simbolis, tetapi menjadi tonggak sejarah lahirnya kesadaran kebangsaan. Saat itu, para pemuda dari berbagai daerah dengan latar bahasa berbeda sepakat untuk menggunakan satu bahasa bersama. Keputusan tersebut menjadi langkah revolusioner dalam perjuangan menuju kemerdekaan Indonesia.

Sebagai bahasa nasional, Bahasa Indonesia berfungsi sebagai alat pemersatu seluruh warga negara. Dengan keberagaman etnis dan bahasa daerah yang luar biasa, Indonesia berpotensi terpecah bila tidak memiliki alat komunikasi yang sama. Bahasa Indonesia meniadakan sekat-sekat perbedaan, menjembatani komunikasi antarwarga dari Sabang sampai Merauke, dan memperkuat rasa kebersamaan sebagai satu bangsa. Melalui bahasa nasional, kita bisa saling memahami, bekerja sama, dan berpartisipasi dalam pembangunan nasional tanpa terhalang perbedaan bahasa daerah.

Selain sebagai pemersatu, Bahasa Indonesia juga menjadi sarana pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, dan budaya. Dalam dunia pendidikan, bahasa ini menjadi medium utama dalam proses belajar-mengajar di seluruh jenjang. Dengan Bahasa Indonesia, ilmu pengetahuan dapat diakses dan disebarluaskan secara luas kepada seluruh lapisan masyarakat. Di bidang budaya, Bahasa Indonesia menjadi wadah bagi ekspresi karya sastra, seni, dan pemikiran yang memperkaya khazanah kebangsaan. Melalui puisi, novel, film, maupun musik, Bahasa Indonesia memperkuat karakter bangsa dan menumbuhkan kebanggaan nasional.

Namun, di tengah arus globalisasi dan kemajuan teknologi, keberadaan Bahasa Indonesia menghadapi tantangan serius. Penggunaan bahasa asing yang semakin dominan, terutama di media sosial dan dunia pendidikan tinggi, sering kali membuat sebagian masyarakat kurang menghargai bahasa sendiri. Padahal, mencintai dan menggunakan Bahasa Indonesia dengan baik tidak berarti menutup diri terhadap bahasa asing, melainkan menunjukkan sikap nasionalisme yang berimbang: menghormati bahasa sendiri sambil terbuka terhadap pengetahuan global.

Untuk itu, diperlukan kesadaran bersama untuk terus memelihara, mengembangkan, dan memartabatkan Bahasa Indonesia. Pemerintah, pendidik, dan masyarakat harus berperan aktif dalam menumbuhkan kebanggaan berbahasa Indonesia. Penggunaan bahasa yang baik dan benar di ruang publik, media, serta pendidikan harus menjadi kebiasaan dan teladan bagi generasi muda.

Bahasa Indonesia bukan hanya milik masa lalu, tetapi juga kunci masa depan bangsa. Di dalamnya terkandung nilai-nilai persatuan, identitas, dan kebanggaan nasional. Menjaga Bahasa Indonesia berarti menjaga keutuhan bangsa. Dengan demikian, ketika kita mengucapkan "Bahasa nasional adalah Bahasa Indonesia", sesungguhnya kita sedang mengikrarkan kesetiaan terhadap jati diri bangsa yang menyatukan kita dalam keberagaman.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan: Pondasi Pembentukan Karakter dan Kepribadian Bangsa

Pendidikan merupakan elemen penting dalam membentuk karakter dan kepribadian suatu bangsa. Tidak hanya sekadar proses transfer pengetahuan, pendidikan juga berfungsi sebagai dasar pembentukan nilai-nilai moral, etika, dan identitas yang akan menjadi panduan hidup masyarakat di masa depan. Di Indonesia, pendidikan memegang peranan strategis dalam membentuk karakter bangsa yang bermartabat, toleran, dan berkepribadian kuat, serta mampu bersaing dalam kancah global. Karakter bangsa yang kokoh berawal dari pendidikan yang berkualitas dan berbasis nilai-nilai luhur. Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya berfokus pada aspek intelektual, tetapi juga pada pembentukan sikap, perilaku, dan kemampuan berinteraksi yang baik dalam masyarakat. Pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia, baik di tingkat dasar, menengah, maupun tinggi, harus dapat menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, gotong-royong, dan cinta tanah air. Nilai-nilai ini akan me...

"Healing" Liburan, "Gass" PPG! / Enki Dani Nugroho, S.Pd. M.Pd.

Libur semester seringkali identik dengan waktu untuk santai, tidur lebih lama, jalan-jalan, atau sekadar rebahan tanpa merasa bersalah. Tapi bagi peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG), liburan bukan berarti sepenuhnya berhenti dari perjuangan. Inilah momen "healing", tapi tetap gass alias tetap produktif dengan cara yang menyenangkan dan tidak menguras tenaga seperti biasanya. Healing bukan sekadar pelesiran ke tempat wisata, tetapi bagaimana mengistirahatkan pikiran dari tekanan, sekaligus tetap menjaga ritme semangat belajar. Jadi, meski liburan, peserta PPG bisa tetap menyusun rencana, membuka kembali catatan materi, atau mengulas portofolio secara santai. Caranya? Duduk di teras rumah, ditemani secangkir kopi dan suara alam, sambil baca modul atau nonton ulang rekaman perkuliahan. Serius tapi santai, gass tapi tetap healing!. Bagi sebagian peserta, healing justru datang saat bisa berkarya di tengah liburan. Membuat media ajar interaktif, mencoba AI dalam menyusun bahan pe...