Desember selalu hadir sebagai penutup tahun yang penuh renungan. Bagi seorang guru, khususnya guru mata pelajaran Al-Qur'an Hadits, bulan ini bukan sekadar pergantian waktu, tetapi momentum kembali menata hati, menilai amal, dan menyusun langkah menuju tahun berikutnya. Dalam perjalanan panjang selama satu tahun pembelajaran, banyak cerita, perjuangan, dan hikmah yang patut diabadikan menjadi goresan tinta penuh pelajaran. Dalam perspektif ajaran Islam, setiap pergantian waktu sesungguhnya merupakan tanda kebesaran Allah. Allah berfirman dalam QS. Yunus ayat 6, "Sesungguhnya pada pergantian malam dan siang, dan pada apa yang diciptakan Allah di langit dan bumi, terdapat tanda-tanda bagi kaum yang bertakwa." Ayat ini mengingatkan bahwa hadirnya bulan Desember sebagai akhir tahun adalah kesempatan bagi pendidik dan peserta didik untuk merenungi perjalanan hidup. Apa yang sudah dilakukan? Apa yang masih tertunda? Dan apa yang harus diperbaiki? Sebagai guru Al-Qur'an...
Ketika kita mendengar istilah Adiwiyata Madrasah dan Madrasah Adiwiyata, sekilas keduanya tampak sama. Namun jika dicermati lebih dalam, ada dialektika yang menarik. Adiwiyata Madrasah menunjuk pada upaya atau proses sebuah madrasah yang sedang mengembangkan program peduli lingkungan. Sedangkan Madrasah Adiwiyata merujuk pada kondisi ideal, yaitu madrasah yang sudah berhasil menjadikan kepedulian lingkungan sebagai bagian dari identitasnya.
Dialektika keduanya dapat dipahami sebagai hubungan antara "program" dan "budaya". Adiwiyata Madrasah adalah tahap awal ketika sebuah madrasah mulai menanamkan nilai kepedulian lingkungan melalui kebijakan, kegiatan belajar, dan aktivitas siswa. Pada tahap ini, madrasah banyak beradaptasi, belajar, dan membangun kesadaran. Dari proses tersebut, lahirlah Madrasah Adiwiyata, yaitu lembaga pendidikan yang secara nyata telah bertransformasi menjadi lingkungan belajar yang hijau, sehat, dan berkarakter ekologis.
Dalam perspektif pendidikan Islam, dialektika ini semakin kaya maknanya. Islam mengajarkan manusia sebagai khalifah di bumi, dengan tugas menjaga kelestarian alam. Karena itu, ketika madrasah mengintegrasikan program Adiwiyata, nilai ekologis tersebut tidak hanya dipahami secara teknis, tetapi juga sebagai bagian dari pengamalan ajaran agama. Membuang sampah pada tempatnya, menanam pohon, atau menghemat air menjadi bukan sekadar kebiasaan, melainkan ibadah dan wujud syukur kepada Allah.
Menariknya, dialektika Adiwiyata Madrasah dan Madrasah Adiwiyata bukan proses sekali jadi, tetapi berkelanjutan. Madrasah yang sudah sampai pada tahap "Adiwiyata" tidak berhenti di situ, melainkan terus mengembangkan inovasi baru, melibatkan masyarakat sekitar, bahkan menjadi contoh bagi sekolah lain. Dari sini terlihat bahwa dialektika tersebut membentuk lingkaran, yaitu program yang melahirkan budaya, budaya yang memperkaya program, dan seterusnya.
Dengan demikian, dialektika ini bukan sekadar permainan istilah, tetapi refleksi dari perjalanan sebuah madrasah. Dari yang semula hanya mengikuti program pemerintah, perlahan tumbuh menjadi institusi yang sadar, peduli, dan berkomitmen terhadap lingkungan. Inilah makna sejati dari "Adiwiyata Madrasah, Madrasah Adiwiyata", yaitu proses yang terus bergerak, menyatukan pendidikan, agama, dan ekologi untuk melahirkan generasi yang cerdas, berakhlak, dan bertanggung jawab menjaga bumi.
Komentar
Posting Komentar