Guru: Digugu lan Ditiru
oleh : Riski Fidiana, S.Pd., Gr.
Budaya Jawa kerap kali sarat akan makna mengenai kehidupan sehari-hari. Salah satu yang umum terdengar di masyarakat adalah kata guru yang memiliki akronim digugu lan ditiru. Digugu artinya seorang guru adalah sosok yang ucapannya dapat dipercaya dan dipatuhi. Sementara itu, ditiru artinya seorang guru harus menjadi sosok yang perilakunya dapat diteladani atau diikuti. Konsep digugu lan ditiru ini tidak hanya sebatas pada profesi guru di sekolah atau madrasah. Lebih dari itu, seorang guru nyatanya harus bisa digugu lan ditiru dalam lingkup yang lebih luas, yakni dalam kehidupan bermasyarakat. Guru menjadi salah satu tokoh yang dianggap dapat menjadi teladan bagi masyarakat, baik ucapannya maupun perilakunya. Guru adalah profesi yang melekat, tidak terbatas pada lingkungan sekolah saja. Oleh sebab itu, seorang guru harus senantiasa berhati-hati dalam berucap dan berperilaku, di mana pun dan kapan pun.
Sebagai pendukung dari konsep digugu lan ditiru, terdapat semboyan yang digaungkan oleh Ki Hadjar Dewantara, yakni ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karya, tut wuri handayani. Trilogi kepemimpinan Ki Hadjar Dewantara ini dapat dijadikan sebagai pedoman seorang guru dalam berperilaku dalam kehidupan sehari-hari. Konsep ing ngarsa sung tuladha bermakna bahwa seorang pemimpin harus bisa menjadi memberikan contoh dan panutan di depan orang lain. Konsep ing madya mangun karsa bermakna bahwa seseorang dapat menjadi penyemangat dan inspirasi di tengah-tengah kehidupan. Sementara itu, konsep tut wuri handayani bermakna bahwa seorang pemimpin harus mampu memberikan dorongan dan dukungan agar yang dipimpin dapat maju.
Trilogi kepemimpinan ini dapat diaplikasikan oleh guru, khususnya dalam dunia pendidikan. Misalnya dalam konsep ing ngarsa sung tuladha, guru dapat menjadi tauladan bagi siswa dan sesama rekan kerja. Contoh nyatanya adalah membuang sampah pada tempatnya, mengikuti kegiatan upacara, menggunakan atribut yang rapi dan lengkap, bertutur kata yang santun, serta disiplin. Guru juga dapat memberikan dukungan terhadap peserta didik, misalnya dukungan secara moral apabila terdapat siswa yang memiliki masalah. Guru dapat menjadi tempat bercerita dan memberikan masukan terhadap permasalahan yang dihadapi oleh siswa. Guru juga dapat menjadi penengah apabila terdapat perselisihan antarsiswa atau antarguru. Konsep tut wuri handayani bagi seorang guru adalah memberikan dukungan dan semangat dari belakang. Guru dapat memberikan kebebasan kepada siswa utnuk mengambil keputusan sendiri, tetapi tetap diawasi dan didampingi. Dalam hal ini, guru harus bertindak sebagai fasilitator bukan pusat pembelajaran, yakni sebagai pendamping siswa dalam proses belajarnya, bukan satu-satunya sumber untuk belajar.
Guru sebagai sosok yang bisa digugu lan ditiru, seorang guru harus senantiasa berbenah, belajar, dan terus melakukan evaluasi serta refleksi terhadap dirinya sendiri. Hasil dari refleksi tersebut dapat dijadikan sebagai patokan untuk memperbaiki ucapan dan perilaku seorang guru, bukan hanya sekadar menambah pengetahuan tentang pelajaran yang diampu saja. Semoga kita senantiasa dapat menjadi guru yang sebenar-benarnya dapat digugu lan ditiru, bukan diguyu lan ditinggal turu.
Komentar
Posting Komentar