Langsung ke konten utama

Desember: Penghujung Tahun yang Penuh Berkah (By Nala Arwi)

Desember selalu hadir sebagai bulan yang sarat makna. Ia bukan sekadar penutup tahun, tetapi juga ruang untuk merenung, bersyukur, dan menata kembali langkah yang telah ditempuh. Tahun 2025 menjadi perjalanan yang luar biasa penuh dinamika, tantangan, sekaligus keberkahan yang patut dirayakan. Salah satu anugerah terbesar di awal tahun 2025 adalah ketika saya terpilih menjadi mahasiswa PPG dan dikukuhkan secara resmi oleh Rektor UIN Ar Raniry Banda Aceh melalui  zoom meeting . Momen itu menjadi batu loncatan penting dalam perjalanan profesional saya sebagai seorang pendidik. Dengan rasa haru dan bangga, saya menyadari bahwa amanah baru itu bukan hanya kehormatan, tetapi juga tanggung jawab besar untuk terus berkembang. Sepanjang tahun ini, berbagai pengalaman hadir silih berganti ada yang menguatkan, ada yang menguji keteguhan hati. Namun, setiap langkah yang terlalui membentuk pribadi yang lebih matang. Saya belajar lebih banyak tentang kesabaran, komitmen, dan arti sesungguhnya menja...

NUR ANGGRAENI "Hati Seorang Guru: Kisah Pengorbanan di Desa Terpencil"

Pak Ahmad lahir dari keluarga petani sederhana. Ayahnya meninggal saat ia masih kecil, dan ibunya bekerja keras untuk membiayai pendidikannya. Dengan beasiswa dari pemerintah, ia berhasil menyelesaikan sekolah menengah dan kuliah di sebuah universitas negeri. Setelah lulus, ia mendapat tawaran kerja di kota besar, tapi ia memilih kembali ke desanya. "Desa ini membutuhkan saya," katanya suatu hari. Ia mulai mengajar di sekolah dasar setempat, yang kondisinya sangat memprihatinkan: bangunan reyot, buku-buku usang, dan siswa yang sering absen karena harus membantu orang tua di ladang.

Pengorbanan pertama Pak Ahmad adalah meninggalkan kesempatan karir di kota. Gaji di desa itu kecil, bahkan sering terlambat dibayar. Tapi ia tidak pernah mengeluh. Ia menggunakan sebagian gajinya untuk membeli buku dan alat tulis bagi siswa miskin. Suatu hari, ia menemukan seorang anak bernama Sari, yang tidak bisa sekolah karena orang tuanya tidak mampu membeli seragam. Pak Ahmad mengunjungi rumah Sari, berjalan kaki selama berjam-jam, dan meyakinkan orang tuanya untuk mengizinkan Sari belajar. Ia bahkan memberikan seragam bekasnya sendiri. "Pendidikan adalah hak setiap anak," ujarnya dengan tegas.

Di kelas, Pak Ahmad bukan hanya mengajar pelajaran seperti matematika dan bahasa Indonesia. Ia mengajarkan nilai-nilai kehidupan. Setiap pagi, ia bangun pukul empat untuk mempersiapkan materi, karena listrik di desa sering padam. Ia sering mengajar di bawah pohon karena ruang kelas bocor saat hujan. Salah satu pengorbanan terbesarnya adalah saat ia mengorbankan kesehatannya. Beberapa tahun lalu, ia terserang demam berdarah, tapi ia tetap masuk kelas karena ujian akhir tahun sedang berlangsung. Dokter memperingatkannya untuk istirahat, tapi ia berkata, "Siswa-siswa ini membutuhkan saya lebih dari yang saya butuhkan untuk diri sendiri."

Pak Ahmad juga berkorban untuk membantu siswa yang bermasalah. Ada seorang anak laki-laki bernama Budi, yang sering bolos karena terlibat tawuran. Pak Ahmad tidak menghukumnya, melainkan mengajaknya berbicara setiap sore. Ia menemani Budi ke ladang, mengajarinya tentang tanggung jawab, dan bahkan membantunya mengerjakan tugas rumah. Berkat usahanya, Budi berubah menjadi siswa teladan dan sekarang kuliah di universitas. Pengorbanan ini tidak berhenti di situ. Pak Ahmad sering mengunjungi rumah siswa yang sakit, membawa obat-obatan sederhana yang ia beli dari tabungannya sendiri. Ia juga mengorganisir kegiatan ekstrakurikuler seperti olahraga dan seni, meskipun tanpa dana dari sekolah.

Pengorbanan Pak Ahmad telah menciptakan perubahan besar di desa. Sekarang, angka putus sekolah turun drastis. Banyak siswa lamanya yang telah sukses, seperti menjadi dokter atau guru, sering kembali untuk berterima kasih. Salah satu mantan siswinya, Ani, sekarang bekerja sebagai perawat di kota. Ia berkata, "Pak Ahmad bukan hanya guru, tapi ayah bagi kami semua." Desa itu mulai dikenal sebagai "desa pintar" karena prestasi siswanya di tingkat kabupaten.

Namun, pengorbanan ini juga membawa beban. Pak Ahmad hidup sendirian, tanpa istri atau anak, karena ia memilih fokus pada siswa. Ia sering sakit-sakitan, tapi tetap semangat. Suatu malam, saat hujan deras, ia berjalan ke rumah seorang siswa yang terjebak banjir untuk memastikan keselamatannya. Tindakan ini membuatnya basah kuyup dan akhirnya sakit parah. Tapi ia tersenyum, "Ini yang saya inginkan: melihat anak-anak bahagia."

Pengorbanan Pak Ahmad mengajarkan kita bahwa seorang guru bukan sekadar penyampai ilmu, tapi pembentuk karakter. Ia mengorbankan waktu, kesehatan, dan bahkan kesenangan pribadi demi masa depan siswanya. Dalam dunia yang semakin materialistis, kisah seperti ini mengingatkan kita pada nilai-nilai luhur. Pak Ahmad mungkin tidak mendapat penghargaan besar, tapi warisannya hidup dalam hati siswa-siswanya. Semoga kisah ini menginspirasi kita semua untuk berkontribusi, meskipun kecil, dalam dunia pendidikan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan: Pondasi Pembentukan Karakter dan Kepribadian Bangsa

Pendidikan merupakan elemen penting dalam membentuk karakter dan kepribadian suatu bangsa. Tidak hanya sekadar proses transfer pengetahuan, pendidikan juga berfungsi sebagai dasar pembentukan nilai-nilai moral, etika, dan identitas yang akan menjadi panduan hidup masyarakat di masa depan. Di Indonesia, pendidikan memegang peranan strategis dalam membentuk karakter bangsa yang bermartabat, toleran, dan berkepribadian kuat, serta mampu bersaing dalam kancah global. Karakter bangsa yang kokoh berawal dari pendidikan yang berkualitas dan berbasis nilai-nilai luhur. Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya berfokus pada aspek intelektual, tetapi juga pada pembentukan sikap, perilaku, dan kemampuan berinteraksi yang baik dalam masyarakat. Pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia, baik di tingkat dasar, menengah, maupun tinggi, harus dapat menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, gotong-royong, dan cinta tanah air. Nilai-nilai ini akan me...

"Healing" Liburan, "Gass" PPG! / Enki Dani Nugroho, S.Pd. M.Pd.

Libur semester seringkali identik dengan waktu untuk santai, tidur lebih lama, jalan-jalan, atau sekadar rebahan tanpa merasa bersalah. Tapi bagi peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG), liburan bukan berarti sepenuhnya berhenti dari perjuangan. Inilah momen "healing", tapi tetap gass alias tetap produktif dengan cara yang menyenangkan dan tidak menguras tenaga seperti biasanya. Healing bukan sekadar pelesiran ke tempat wisata, tetapi bagaimana mengistirahatkan pikiran dari tekanan, sekaligus tetap menjaga ritme semangat belajar. Jadi, meski liburan, peserta PPG bisa tetap menyusun rencana, membuka kembali catatan materi, atau mengulas portofolio secara santai. Caranya? Duduk di teras rumah, ditemani secangkir kopi dan suara alam, sambil baca modul atau nonton ulang rekaman perkuliahan. Serius tapi santai, gass tapi tetap healing!. Bagi sebagian peserta, healing justru datang saat bisa berkarya di tengah liburan. Membuat media ajar interaktif, mencoba AI dalam menyusun bahan pe...