Langsung ke konten utama

Desember: Bulan yang Mengajarkan Kita tentang Pulang dan Melepas / Moh. Fatkur Rohman Sholeh, S.S.

Desember selalu datang dengan cara yang lembut. Tidak pernah tergesa-gesa, namun selalu terasa lebih hangat meski angin sering membawa dingin. Ada sesuatu dalam Desember yang membuat kita berhenti sejenak, menoleh ke belakang, lalu menatap ke depan dengan hati yang lebih tenang. Mungkin karena Desember adalah penutup, garis akhir dari perjalanan panjang dua belas bulan yang penuh cerita. Di bulan ini, waktu seolah melambat. Langit sore terlihat lebih pucat, angin lebih pelan, dan hati lebih mudah tersentuh. Banyak orang bilang Desember adalah bulan pulang—pulang ke rumah, pulang ke keluarga, pulang kepada diri sendiri. Ada rindu yang tiba-tiba muncul begitu saja, ada ingatan yang kembali hidup tanpa diminta. Desember adalah ruang sunyi yang mengajak kita untuk merenung. Tentang langkah-langkah yang sudah ditempuh, tentang mimpi yang sempat kita usahakan, tentang luka yang mungkin belum sepenuhnya sembuh. Di bulan ini, kita belajar menerima bahwa tidak semua yang kita inginkan berha...

Desember: Bulan yang Mengajarkan Kita tentang Pulang dan Melepas / Moh. Fatkur Rohman Sholeh, S.S.

Desember selalu datang dengan cara yang lembut. Tidak pernah tergesa-gesa, namun selalu terasa lebih hangat meski angin sering membawa dingin. Ada sesuatu dalam Desember yang membuat kita berhenti sejenak, menoleh ke belakang, lalu menatap ke depan dengan hati yang lebih tenang. Mungkin karena Desember adalah penutup, garis akhir dari perjalanan panjang dua belas bulan yang penuh cerita.

Di bulan ini, waktu seolah melambat. Langit sore terlihat lebih pucat, angin lebih pelan, dan hati lebih mudah tersentuh. Banyak orang bilang Desember adalah bulan pulang—pulang ke rumah, pulang ke keluarga, pulang kepada diri sendiri. Ada rindu yang tiba-tiba muncul begitu saja, ada ingatan yang kembali hidup tanpa diminta.

Desember adalah ruang sunyi yang mengajak kita untuk merenung. Tentang langkah-langkah yang sudah ditempuh, tentang mimpi yang sempat kita usahakan, tentang luka yang mungkin belum sepenuhnya sembuh. Di bulan ini, kita belajar menerima bahwa tidak semua yang kita inginkan berhasil tercapai, tetapi itu bukan alasan untuk berhenti. Justru di Desember, kita diingatkan bahwa setiap perjuangan, meski kecil, tetap pantas dirayakan.

Bulan ini juga penuh pertemuan. Suasana hangat keluarga, obrolan panjang di ruang tamu, tawa yang lama tidak terdengar. Bahkan jika jarak memisahkan, Desember tetap memberi ruang untuk merasa dekat. Barangkali lewat video call, pesan singkat, atau sekadar doa yang diam-diam dilangitkan. Desember mengajarkan bahwa kedekatan tidak selalu diukur oleh jarak, tetapi oleh ketulusan yang kita simpan di dalam hati.

Namun, Desember bukan hanya tentang perayaan. Ada juga perasaan kehilangan yang diam-diam menepi di sudut-sudut hari. Ada orang-orang yang dulunya ada, kini hanya menjadi nama yang kita sebut dalam bisik doa. Ada kesempatan yang terlewat, ada janji yang tidak sempat ditepati. Desember mengajarkan kita untuk berdamai—bukan untuk melupakan, tetapi untuk menerima bahwa hidup memang berjalan maju.

Dingin Desember bukan hanya datang dari cuaca, tetapi dari hati yang mengingat banyak hal. Meski begitu, dingin itu justru membuat kita ingin mencari hangat: hangat pelukan, hangat kopi yang diseduh di sore hari, hangat sapaan dari orang tercinta. Di balik dingin itu, Desember menyimpan kehangatan yang tidak ada di bulan lain.

Saat cahaya lampu mulai banyak menghiasi jalan, dan suasana liburan mulai terasa, ada harapan baru yang perlahan tumbuh. Kita mulai menulis resolusi, menyiapkan niat-niat baik, dan membersihkan hati dari kesedihan yang tidak perlu dibawa ke tahun depan. Kita belajar bahwa setiap akhir adalah awal dari sesuatu yang berbeda.

Desember juga mengajarkan tentang memaafkan. Memaafkan diri sendiri atas kesalahan yang mungkin membuat kita menyesal sepanjang tahun. Memaafkan orang lain yang mungkin pernah mengecewakan. Memaafkan keadaan yang tidak berjalan sesuai harapan. Di bulan ini, kita dituntun untuk melepaskan beban yang membuat langkah terasa berat.

Dan yang paling menyentuh dari Desember adalah kesederhanaannya. Tidak ada janji muluk. Tidak ada keajaiban tiba-tiba. Hanya cuaca yang pelan, malam yang lebih panjang, hari yang terasa hangat meski udara dingin. Tetapi justru dalam kesederhanaan itu, kita menemukan ruang untuk merasa hidup. Kita belajar menghargai apa yang masih kita miliki—waktu, kesehatan, keluarga, sahabat, serta kesempatan untuk terus melangkah.

Desember adalah pengingat bahwa semua orang sedang berjuang. Semua orang sedang menata harapan. Semua orang sedang belajar menjadi lebih baik. Bulan ini seperti tangan yang menepuk bahu kita pelan, berkata, "Kamu sudah berusaha sejauh ini. Istirahatlah sebentar. Tahun baru sudah menunggu."

Pada akhirnya, Desember bukan hanya akhir tahun, tetapi juga cermin. Di dalamnya, kita melihat siapa diri kita selama ini, dan siapa diri yang ingin kita capai. Ia mengajarkan bahwa hidup adalah perjalanan panjang yang tidak selalu mulus, tetapi selalu layak untuk dilanjutkan.

Selamat datang, Desember. Terima kasih sudah menjadi bulan yang membuat kita kembali merasa. Terima kasih sudah mengajarkan bahwa pulang, memaafkan, dan berharap adalah hal-hal yang membuat hidup tetap indah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pendidikan: Pondasi Pembentukan Karakter dan Kepribadian Bangsa

Pendidikan merupakan elemen penting dalam membentuk karakter dan kepribadian suatu bangsa. Tidak hanya sekadar proses transfer pengetahuan, pendidikan juga berfungsi sebagai dasar pembentukan nilai-nilai moral, etika, dan identitas yang akan menjadi panduan hidup masyarakat di masa depan. Di Indonesia, pendidikan memegang peranan strategis dalam membentuk karakter bangsa yang bermartabat, toleran, dan berkepribadian kuat, serta mampu bersaing dalam kancah global. Karakter bangsa yang kokoh berawal dari pendidikan yang berkualitas dan berbasis nilai-nilai luhur. Dalam konteks ini, pendidikan bukan hanya berfokus pada aspek intelektual, tetapi juga pada pembentukan sikap, perilaku, dan kemampuan berinteraksi yang baik dalam masyarakat. Pendidikan karakter yang diterapkan di sekolah-sekolah di Indonesia, baik di tingkat dasar, menengah, maupun tinggi, harus dapat menanamkan nilai-nilai seperti kejujuran, tanggung jawab, disiplin, gotong-royong, dan cinta tanah air. Nilai-nilai ini akan me...

"Healing" Liburan, "Gass" PPG! / Enki Dani Nugroho, S.Pd. M.Pd.

Libur semester seringkali identik dengan waktu untuk santai, tidur lebih lama, jalan-jalan, atau sekadar rebahan tanpa merasa bersalah. Tapi bagi peserta Pendidikan Profesi Guru (PPG), liburan bukan berarti sepenuhnya berhenti dari perjuangan. Inilah momen "healing", tapi tetap gass alias tetap produktif dengan cara yang menyenangkan dan tidak menguras tenaga seperti biasanya. Healing bukan sekadar pelesiran ke tempat wisata, tetapi bagaimana mengistirahatkan pikiran dari tekanan, sekaligus tetap menjaga ritme semangat belajar. Jadi, meski liburan, peserta PPG bisa tetap menyusun rencana, membuka kembali catatan materi, atau mengulas portofolio secara santai. Caranya? Duduk di teras rumah, ditemani secangkir kopi dan suara alam, sambil baca modul atau nonton ulang rekaman perkuliahan. Serius tapi santai, gass tapi tetap healing!. Bagi sebagian peserta, healing justru datang saat bisa berkarya di tengah liburan. Membuat media ajar interaktif, mencoba AI dalam menyusun bahan pe...