Desember tahun ini terasa berbeda bagi seorang ibu yang tidak pernah lelah berjuang untuk keluarga meskipun tempat mengajar jauh dari tempat tinggal (Tegal besar ke Umbulsari) kira kira berjarak PP 74 Km—bulan yang penuh cerita, penuh kejutan, dan penuh pelajaran berharga. Pada tanggal 29 November hari Senin, tepat di sekitar peringatan Hari Korpri, sebuah peristiwa yang tak terduga terjadi. Langkah yang biasanya mantap mendadak goyah. Tubuhnya terjatuh, menyentuh aspal yang dingin dengan tubuh tersungkur dan motor Scoopi yang terpelanting, membuatnya terdiam beberapa saat sambil mengatur napas. Dalam hal ini aku sebagai korban dari orang yang didepanku kecelakaan.
Saat itu ia hanya bisa bergumam lirih, "Ya Allah…," sambil menahan perih yang menjalar di kakiku dan rasa linu ditubuhku. Namun, justru dari rasa sakit itulah ia menemukan hikmah yang luar biasa. Ia menyadari bahwa kehidupan memang tidak selalu berjalan mulus. Ada hari ketika kita harus tertatih, terguncang, atau merasa rapuh. Tetapi Allah selalu menyimpan alasan di balik setiap kejadian, termasuk sebuah jatuh kecil yang membuatnya tersadar untuk lebih berhati-hati. "Mungkin ini peringatan lembut dari Allah agar aku menjaga diri lebih baik," batinnya.
Hari-hari berikutnya, ia mulai lebih cermat melangkah, lebih menjaga kesehatan, dan lebih banyak berdoa agar Allah selalu memberikan perlindungan. Dalam setiap sujudnya, ia memohon keselamatan untuk dirinya dan keluarganya. Dan Allah—yang Maha Mendengar selalu membalas doa dengan cara yang tak terduga. Karena justru setelah jatuh itu, pintu rezeki terbuka dengan cara yang begitu indah. Tanpa diduga, Allah memberikan kesempatan baginya untuk membeli motor baru, sesuatu yang sebelumnya hanya ia bayangkan sebagai keinginan yang mungkin ditunda. Tidak hanya itu, Allah mudahkan pula rezekinya sehingga ia bisa membelikan motor untuk suaminya. Dua motor sekaligus, dalam satu bulan yang sama. Siapa yang menyangka bahwa rasa sakit di awal bulan akan berubah menjadi berkah yang tidak terkira di akhir bulan?
"Alhamdulillah," ucapnya berkali-kali, setiap kali melihat kedua motor itu terparkir di halaman rumah. Bukan karena harta semata, tetapi karena ia merasakan betul bagaimana Allah menunjukkan bahwa setiap kejadian punya jalan menuju kebaikan. Namun berkah Desember tidak berhenti di situ. Ada kebahagiaan lain yang jauh lebih hangat daripada memiliki barang baru: keluarga yang lengkap. Tiga anaknya, yang biasanya terpisah oleh jarak, pada Desember ini kembali berkumpul di rumah. Suasana rumah berubah ramai dan penuh tawa, seperti rumah yang kembali bernapas. Anak pertamanya, yang kuliah di Stan di Jakarta, akhirnya pulang untuk liburan akhir tahun. Ia datang membawa cerita, membawa rindu, dan membawa kegembiraan yang lama ditunggu. Rumah menjadi lebih cerah, seakan-akan seluruh kebahagiaan yang sempat tercecer selama berbulan-bulan kini disatukan kembali dalam pelukan keluarga.
Di tengah tawa dan obrolan hangat itu, sang ibu hanya bisa tersenyum sambil menahan haru. Desember benar-benar menjadi bulan yang penuh keajaiban. Ia duduk di ruang tamu suatu sore, memandangi anak-anaknya yang bercanda satu sama lain. Dalam hati ia berbisik pelan: "Ya Allah, terima kasih telah mengumpulkan kami. Terima kasih atas kesehatan, kebersamaan, dan rezeki yang Engkau titipkan." Dan seperti angin Desember yang berhembus lembut, harapan itu ia titipkan ke langit: semoga di awal Desember dan bulan-bulan berikutnya, Allah lebih lagi melimpahkan berkah. Semoga segala hajat keluarga kecilnya dipermudah dan diwujudkan. Semoga langkah-langkah ke depan selalu Allah arahkan menuju kebaikan. Ia tahu, hidup tidak akan selalu mudah. Akan ada jatuh lagi, ada sedih lagi, ada ujian yang mungkin datang tanpa permisi. Tetapi Desember tahun ini mengajarkannya satu hal penting, bahwa setiap jatuh bisa menjadi pintu berkah. Setiap rasa sakit bisa menjadi pengingat. Dan setiap doa akan menemukan jalannya, cepat atau lambat.
Desember ini bukan sekadar akhir tahun. Desember ini adalah hadiah dari Allah, sebuah bulan yang mengumpulkan kembali rindu, rezeki, doa, dan keluarga dalam satu pelukan hangat. Dan ketika malam Desember turun perlahan, langit tampak seolah ikut mendengar segala doa yang berbisik di hati seorang ibu. Angin lembut menyentuh jendela rumahnya, membawa pesan bahwa setiap langkah yang pernah goyah kini telah menjelma menjadi kekuatan.
Dalam sunyi yang hangat itu, ia kembali memejamkan mata, menyimpan semua kenangan Desember dalam ruang kecil di hatinya. Bahwa jatuh bukan akhir, melainkan ajakan untuk bangkit lebih bijak. Bahwa rezeki bukan semata angka, melainkan tanda cinta Allah yang datang tepat pada waktunya. Bahwa keluarga yang berkumpul adalah nikmat terbesar, lebih dari apa pun yang bisa dibeli.
Desember, baginya, adalah lembaran yang dipenuhi cahaya. Cahaya dari doa-doa yang naik perlahan. Cahaya dari harapan yang tumbuh diam-diam. Cahaya dari limpahan kasih Allah yang tak pernah putus. Dan sebelum tahun benar-benar berganti, ia mengangkat kedua tangan, membiarkan doa terakhirnya malam itu mengalir lembut: "Ya Allah, terimalah syukurku. Jagalah keluargaku. Kuatkan langkah kami. Wujudkan segala hajat kami yang baik. Dan biarkan setiap bulan setelah ini menjadi seindah Desember yang Kau berkahi." Di luar, angin Desember kembali berembus, membawa harapan baru.
Dan di dalam hatinya, ada keyakinan bahwa apa pun yang menanti di depan—Allah selalu membersamai.
Komentar
Posting Komentar