Goresan Tinta di Ujung Tahun: Menjemput Berkah, Menyulam Makna di Desember By. Nurul laili, S.Pd., M.Pd.I
Berlayar perahu menuju tepi,
Singgah sejenak di dermaga tenang.
Desember datang menghampiri,
Membawa berkah di setiap senang dan renang.
Setangkai bunga gugur di taman,
Aromanya lembut menyejukkan rasa.
Akhir tahun penuh harapan,
Mengukir makna di lembar cerita.
Desember kembali datang sebagai penanda bahwa perjalanan satu tahun pembelajaran telah sampai pada babak terakhirnya. Bagi seorang guru, terutama guru Matematika di MTs. Negeri 7 Jember, bulan ini bukan hanya sebatas pergantian kalender. Desember adalah ruang refleksi, halaman sunyi yang penuh catatan renungan, serta lembaran syukur atas berbagai proses panjang yang telah dilalui bersama peserta didik. Dalam balutan semilir angin musim hujan, aroma tanah basah, dan suasana madrasah yang terasa semakin religius menjelang akhir semester, lahir goresan-goresan tinta yang mencoba menangkap makna perjalanan setahun penuh.
Menjelang akhir tahun, saya kembali menatap kelas VIII—kelas yang dalam setahun terakhir mengajarkan saya begitu banyak hal. Ruang kelas yang tidak pernah sepi dari hiruk pikuk canda, adu argumen logis, dan pertanyaan-pertanyaan penuh penasaran tentang rumus, pola, dan logika kehidupan yang tersembunyi di balik angka-angka. Menjadi guru Matematika di MTs. Negeri 7 Jember bukan sekadar menuliskan bilangan di papan tulis, melainkan menyulam nilai, menanam kesabaran, serta meneguhkan karakter dalam setiap proses pembelajaran.
Dan Desember adalah momentum terbaik untuk menuliskan ulang semua kenangan itu dalam sebuah bingkai: berkah dan makna.
Babak Akhir yang Sarat Syukur
Tahun ajaran yang berjalan bukan tanpa tantangan. Generasi Z, yang kini berada di hadapan kita, tumbuh dengan kecanggihan gawai dan serba cepatnya arus informasi. Mereka cerdas, kritis, penuh energi, namun juga mudah goyah fokus dan rentan kehilangan arah bila tidak diarahkan. Dalam suasana seperti ini, guru bukan hanya instruktur pelajaran, melainkan pendamping perjalanan.
Setiap pagi ketika memasuki kelas, saya selalu diingatkan bahwa mengajar bukan hanya tentang menguasai materi, tetapi tentang menyentuh hati. Mengajar matematika mungkin bagi sebagian orang terkesan kaku, penuh rumus, dan kurang menyentuh sisi emosional. Namun bagi saya, matematika adalah bahasa hidup. Ia melatih ketekunan, membangun ketangguhan mental, serta mengajarkan bahwa setiap masalah pasti ada jalan keluarnya—persis seperti hidup.
Di MTs. Negeri 7 Jember, suasana madrasah yang sejuk dan religius membantu perjalanan pembelajaran berjalan lebih bermakna. Setiap langkah terasa diberi keberkahan. Dari salam pagi peserta didik, suara adzan yang memecah kesibukan kelas, hingga tradisi 5S (Senyum, Salam, Sapa, Sopan, Santun) yang menjadi budaya madrasah, semuanya turut membentuk karakter peserta didik. Dan pada bulan Desember, semua nilai kebaikan itu terasa lebih pekat dan nyata.
Saya bersyukur dapat menjalani satu tahun penuh pembelajaran. Bersyukur karena diberi kesehatan, kekuatan hati, dan keteguhan untuk terus menjadi pengajar. Bersyukur karena melihat peserta didik berkembang: dari yang awalnya merasa matematika menakutkan, kini berani mencoba; dari yang awalnya diam, kini mulai bertanya; dari yang awalnya tidak percaya diri, kini berani menyampaikan pendapat di depan teman-teman.
Syukur yang tak kalah besar adalah ketika melihat senyum puas mereka setelah berhasil menyelesaikan soal yang sebelumnya terasa mustahil. Itulah keberkahan yang tak tergantikan.
Refleksi Pembelajaran: Ketika Matematika Menjadi Jalan Melatih Karakter
Pada tahun ini, pembelajaran matematika berfokus pada pendekatan student-centered learning dan deep learning. Saya berusaha membuat kelas bukan hanya sebagai ruang ceramah, tetapi ruang interaksi, ruang eksplorasi, dan ruang penguatan karakter.
Peserta didik saya ajak untuk:
1. Berpikir Kritis
Matematika bukan hafalan, melainkan logika. Setiap soal adalah pintu masuk untuk mendorong mereka berpikir. Ketika mereka salah menjawab, saya tidak langsung membetulkan. Sebaliknya, saya bertanya,
"Menurutmu, bagian mana yang perlu diperbaiki?"
Respons ini melatih mereka untuk tidak takut salah dan tidak tergesa mengambil kesimpulan.
2. Bekerja Sama
Melalui pembelajaran berbasis kelompok, mereka belajar menghargai pendapat teman, bernegosiasi, serta menyelesaikan masalah secara kolaboratif. Bagi siswa MTs, kemampuan ini sangat penting untuk membangun karakter ukhuwah dan toleransi.
3. Tanggung Jawab
Setiap tugas yang diberikan bukan hanya berorientasi nilai, tetapi sebagai latihan kedisiplinan. Saya ingin mereka menyadari bahwa kedisiplinan adalah salah satu kunci keberhasilan hidup.
4. Jujur dan Amanah
Dalam ujian, saya tidak hanya menilai kemampuan mereka memahami materi, tetapi juga karakter mereka dalam menjaga integritas.
Semua proses ini, ketika dihimpun dalam satu perjalanan tahun ajaran, melahirkan makna mendalam. Dan Desember adalah waktu untuk menata ulang makna itu dalam sebuah catatan syukur.
Madrasah sebagai Ruang Tumbuh dan Bertumbuh
MTs. Negeri 7 Jember adalah rumah kedua bagi saya. Sebuah ruang yang bukan hanya dipenuhi peserta didik dengan beragam karakter, namun juga dikelilingi rekan guru yang saling mendukung, serta lingkungan madrasah yang berkomitmen untuk tumbuh lebih baik setiap tahunnya.
Sebagai guru Matematika, saya melihat bagaimana inovasi pembelajaran terus dibangun. Dari penerapan Kurikulum Merdeka, penguatan proyek P5RA, hingga upaya menjadikan madrasah sebagai zona ramah anak dan peduli lingkungan. Semua inovasi ini memperluas perspektif saya bahwa pendidikan bukan hanya tentang mengajar, tetapi menghadirkan pengalaman belajar yang holistik.
Lingkungan madrasah yang hijau, program Adiwiyata yang terus dikembangkan, serta kegiatan keagamaan rutin seperti tadarus pagi, salat dhuha, dan pesantren Ramadan memberi warna tersendiri dalam proses pendidikan. Setiap program memberi sentuhan spiritual dan emosional yang sangat dibutuhkan siswa di era digital ini.
Dan sebagai guru matematika, saya percaya bahwa menyediakan ruang tumbuh yang positif adalah bagian dari tanggung jawab moral dan profesi.
Desember: Bulan Evaluasi, Doa, dan Harapan
Desember adalah bulan ujian—baik ujian akademik maupun ujian kedewasaan. Bagi guru, bulan ini adalah momen merekap nilai, menilai capaian kompetensi, menulis deskripsi raport, dan memberikan catatan-catatan motivasi yang membangun semangat siswa.
Namun lebih dari itu, Desember adalah bulan untuk mengevaluasi diri:
· Sudahkah saya cukup sabar menghadapi peserta didik?
· Sudahkah saya memberikan layanan pembelajaran yang terbaik?
· Sudahkah saya hadir sebagai sosok yang menyenangkan, bukan menegangkan?
· Sudahkah saya memberi ruang bagi siswa untuk berkembang sesuai potensinya?
Pertanyaan-pertanyaan itu menjadi refleksi pribadi yang saya tuliskan dalam goresan tinta akhir tahun. Sebab guru adalah pembelajar sepanjang hayat. Tidak ada kata selesai dalam perjalanan menjadi pendidik yang baik.
Di penghujung tahun ini pula, saya kembali menyusun doa:
Semoga ilmu yang saya ajarkan menjadi amal jariyah.
Semoga setiap angka yang saya tulis di papan tulis menjadi cahaya pemahaman untuk mereka.
Semoga setiap langkah saya di madrasah dihitung sebagai kebaikan yang menyebar luas.
Dan untuk para peserta didik, saya titipkan doa terbaik:
"Semoga kalian tumbuh menjadi generasi cerdas, berakhlak, berkarakter, dan bermanfaat."
Menyulam Makna dari Setiap Proses
Jika ada satu hal yang saya pelajari sebagai guru matematika, maka itu adalah bahwa hidup tidak selalu berjalan dalam garis lurus. Kadang naik, kadang turun, kadang harus kembali ke langkah awal, kadang menemukan cara baru untuk maju.
Begitu pula dengan pembelajaran.
Ada hari-hari di mana kelas berjalan lancar, siswa antusias, dan tujuan pembelajaran tercapai. Namun ada pula hari-hari ketika anak-anak tampak lelah, tidak fokus, atau terlalu sibuk dengan dunia mereka sendiri. Ada saat ketika saya harus mengulang penjelasan berkali-kali, atau memberi motivasi sebelum memulai materi.
Semua itu bukan hambatan, tetapi bagian dari perjalanan. Dan dari sanalah makna tumbuh.
Makna bahwa kesabaran guru adalah fondasi keberhasilan siswa.
Makna bahwa setiap anak adalah dunia yang unik dan tidak bisa disamaratakan.
Makna bahwa pendidikan adalah proses panjang yang memerlukan ketulusan, bukan sekadar profesi.
Desember mengajak saya untuk mengurai makna-makna itu. Untuk kembali menyadari bahwa menjadi guru berarti siap menjadi mata air: memberi tanpa mengharap balasan, menyejukkan meski tak terlihat, dan tetap mengalir meski kadang terbentur batu masalah.
Menjemput Berkah di Ujung Tahun
Berkah terbesar dalam profesi guru adalah ketika kita melihat perubahan kecil pada diri siswa. Ketika anak yang awalnya takut matematika kini berani mencoba. Ketika peserta didik mulai menyadari bahwa gagal adalah bagian dari belajar. Ketika mereka mengucapkan terima kasih setelah pembelajaran selesai. Ketika orang tua menyampaikan perkembangan anak mereka di rumah.
Semua itu adalah berkah yang tak ternilai.
Sebagai guru MTs. Negeri 7 Jember, saya merasakan berkah itu hadir dalam banyak bentuk:
· Dalam canda tawa siswa saat diskusi,
· Dalam tatapan penasaran mereka ketika saya menulis rumus baru,
· Dalam tumpukan buku tugas yang penuh coretan mereka,
· Dalam suasana kelas yang hidup ketika matematika menjadi petualangan,
· Dalam suasana madrasah yang membuat hati tenang,
· Dalam rekan guru yang saling menguatkan satu sama lain.
Dan menjelang akhir Desember, saya menjemput berkah itu dengan hati yang penuh syukur.
Penutup: Goresan Tinta yang Mengabadikan Perjalanan
Desember bukan hanya akhir, tetapi awal. Setiap akhir tahun ajaran memberi ruang bagi guru untuk kembali merancang strategi, memperbaiki kekurangan, dan merencanakan pembelajaran yang lebih bermakna.
Di ujung tahun ini, saya menuliskan goresan tinta bukan sebagai penutup perjalanan, tetapi sebagai penguat langkah menuju tahun berikutnya. Saya ingin menjadi guru matematika yang tidak hanya mengajarkan angka, tetapi juga menyampaikan cinta belajar. Tidak hanya memberikan soal, tetapi juga menanamkan karakter. Tidak hanya mengoreksi kesalahan, tetapi juga membangun keberanian untuk mencoba lagi.
Desember penuh berkah dan makna.Dan saya percaya, selama hati terus terhubung pada niat baik, perjalanan mendidik akan selalu diberi jalan dan kekuatan.
Komentar
Posting Komentar